Jumat, 12 Desember 2014



 ILMU AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIH

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“ULUMUL QUR’AN”

Dosen pengampu : Niwari, M.A.

 







Disusun oleh :
1.M.Bil haqi Nazal      (932101914)
2.Tina Putriya              (932101814)
3.Laila Riski                (932102114)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2014/2015




Segala puji bagi  Allah SWT, yang telah memberikan rezeki yang berlimpah berupa harta yang dititipkan kepada manusia sebagai amanah di muka bumi. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW manusia pilihan yang telah menyampaikan wahyu kepada umatnya yang dapat menerangi kehidupan umat Islam hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan inayah Allah SWT akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah  ‘’ULUMUL QUR’AN’’.













Kediri, November 2014 

Penyusun    


DAFTAR ISI

JUDUL ..............................................................................................................................              i        KATA PENGANTAR .....................................................................................................             ii        DAFTAR ISI ....................................................................................................................            iii          BAB I, PENDAHULUAN ...............................................................................................             1          1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………...           1            1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………..           1     1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………          2          BAB II, PEMBAHASAN …………………………………………………………..……           3         2.1. Pengertian Al-Muhkamat wal Mutasyabihat …………………………….           3              2.2. Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat ………..            5                                2.2.1. Kesamaran Lafal …………………………………………………           5                   2.3. Pendapat  Para Ulama Mengenai Ayat Muhkamat Mutasyabihat ….....            7                 2.4. Hikmah Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih ………………………….           10                            2.4.1.   Hikmah Ayat Al-Muhkam ……………………………….........            10                       2.4.2.   Hikmah Ayat Al-Mutasyabih ………………………………….           10          BAB III, PENUTUP …………………………………………………………………….          12             3.1.  Kesimpulan ………………………………………………………………...          12       3.2.  Saran ……………………………………………………………………….          14      DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….………..          15








BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Didalam kajian Muhkam dan Mutasyabih sering menimbulkan kontroversial sepanjang sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai hakikat Muhkam dan Mutasyabih. Dalam Al-Qur’an, memang disebutkan kata-kata Muhkam dan Mutasyabih. Pertama, lafal Muhkam , terdapat dalam Q.S. Hud [11]: 1
….كِتبٌ اُحْكِمَتْ ايتُـه
Terjemahan: Sebuah Kitab yang disempurnakan (dijelaskan) ayatayatnya....
Kedua, lafal Mutasyabih terdapat dalam Q.S. Zumar [39]: 23
….شَـابِهًا مَّـثَانِيْكِتَابً….
Terjemahan : …(yaitu) Al-Qur’an yang serupa (Mutasyabih) lagi
berulang-ulang....
Berdasarkan kedua ayat tersebut, Ibn Habib al-Naisaburi menceritakan adanya dua pendapat tentang masalah ini. Pertama berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya Muhkam berdasarkan ayat pertama. Kedua berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya Mutasyabih berdasarkan ayat
kedua. Ayat pertama, dimaksudkan dengan Muhkam-nya Al-Qur’an adalah kesempurnaan dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud Mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaan ayatayat Al-Qur’an dalam kebenaran, kebaikan dan kemukjizatannya.[1]
Dalam makalah ini, akan dibahas pendapat-pendapat para ulama ahli tafsir mengenai hakikat ayat Muhkam dan Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
1.2. Rumusan masalah
1)      Apakah makna dari Muhkam dan Mutasyabih?
2)      Apakah sebab-sebab terjadinya tasyabuh?
3)      Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat?
4)      Bagaimanakah sikap ulama menghadapi ayat-ayat Mutasyabihat?
5)      Apakah hikmah dan nilai pendidikan dalam ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabihat?
1.3. Tujuan penuliasan
1)      Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah ilmu Al-Qur’an
2)      Untuk menambah pengetahuan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an
3)      Untuk mengetahui hikmah dan nilai pendidikan dari ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
4)      Untuk mengetahui sikap ulama dalam menghadapi ayat Mutasyabihat




























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Al-Muhkamat wal Mutasyabihat

Secara bahasa kata Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan , kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun semua pengertian ini pada dasarnya kembali kepada makna pencegahan[2].kata muhkam merupakan pengembangan dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqona wa mana’a yang berarti mengokohkan dan melarang. Sedangakan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua hal. Tasyabaha dan isyabaha berarti dua hal yang masig-masing menyerupai yang lainnya.2
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menggunakan kedua kata ini atau kata jadiannya.
Pertam,Firman Allah:
….كِتبٌ اُحْكِمَتْ ايتُـه
Artinya :
Sebuah Kitab yang disempurnakan (dijelaskan) ayat-ayatnya…”.(Q.S.Hud :1)
Kedua,Firman Allah:
….شَـابِهًا مَّـثَانِيْكِتَابً….
Artinya :” 
…(yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutasyabih) lagi berulang-ulang….”(Q.S.Al-Zumar : 23)
Ketiga,Firman Allah:

Secara sepintas,kedua ayat ini menimbulkan pemahaman yang bertentangan.karena itu Ibn Habib  Al-Naisaburi menceriatakan adanya dua pendapat tentang masalah ini Pertauma berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya muhkam  berdasarkan ayat pertama.Kedua  berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya mutasyabih berdasarkan ayat kedua. Ayat pertama, dimaksudkan denganmuhkam-nya Al-Qur’an adalah kesempurnaan dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaan ayat-ayat Al-Qur’an dalam kebenaran, kebaikan dan kemukjizatannya.
Secara istilah , para ulama berbeda pendapat pula dalam merumuskan devinisi muhkam dan mutasyabih. Diantara devinisi yang dikemukakan oleh al-zarqani yang sebagiannya dikutip dari al-suyuthi yaitu sebagai berikut :                                                    
1. Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat .pendapat ini di bangsakan Al-Alusi kepada pemimpin madzhab hanafi.
2. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat.
3. Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat ini dibangsakan kepada ibn Abbas dan kebanyakan Ahli ushul fiqh mengikutinya.
4.Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan.Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri,tetapi memerlukan keterangan tertentu dua kali yang lain di terangkan dengan ayat atau keterangan yang lain pula kerena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya.pendapat ini di ceritakan dari Imam Ahmad ra.
5.Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutanya yang membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan.Mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamnaya indikasi atau melalui konteksnya.Lafal musytarak masuk kedalam mutasyabih menurut pengertian ini.Pedapat ini di bangsakan kepada Imam Al-Haramain.
6.Muhkam ialah ayat yang  jelas maknanya dan tidak masuk kepada isykal (kepelikan).Mutasyabih ialah lawanya muhkam atas ism-ism(kata benda)mutasyarak dan lafal lafal mubhamah(samar-samar).ini adalah pendapat Al-Thibi.
7. Muhkam ayat yang tunjukkan makna kuat, yang lafal nas dan lafaz zahir. Mutasyabih ialah ayat yang tunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal dan musykil. Pendapat ini dibangsakan kepada imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.[3]
Dari uraian-uraian di tas,dapat diketahui dua hal penting.pertama,dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan.amauhkam adalah ayat yang jelas atau rajih maknanya.Kedua,pembicaraan tentang mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut.Apa sumber yang melahirkan mutasyabih,beberapa macam mutasyabih,dan bagaimana sikap ulama dalam menghadapinya.4

2.2. Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat
Secara tegas dapat dikatakan , bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allahmemisahkan/membedakan antara ayat–ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat–ayat Mutasyabihat dalam Al–Qur’an ialah karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat–ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa dita’wilkan dengan bermacam– macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal–hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
Secara rinci,adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran adalah di sebabakan tiga hal: yaitu karena kesamaran pada lafal,pada makna,dan pada lafal dan maknanya.
2.2.1.      Kesamaran Lafal
Ø  Kesamaran dalam lafal mufrad maksud kesamaran dalam mufrad yaitu ada lafal-lafal mufrad yang artinya tidak  jelas,baik disebabkan lafalnya yang gharib(asing),atau musyatarak (bermakana ganda).
Contoh kesamaran lafal mufrad yang gharib(asing),ialah seperti adanya lafal اَبّا dalam ayat 31 surat Abasa ) وَفَاكِهَةٌ وَابَّا dan buah-buahan serta rerumputan) kata Abban tersebut jarang terdapat dalam Al – Qur’an, sehingga asing. kalau tidak ada penjelasan dari ayat berikutnya,arti kata abban itu sulit di mengerti umat,kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 :  مَتَاعًالَكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ(untuk kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud Abban adalah rerumputan.seperti bayam,kangkung dan sebagainya yang di senangi manusia dan binatang ternak.
Contoh kesamaran mufrad yang bermakna ganda,ialah seperti lafal اَلْيَمِيْنُdalam ayat 93 surah shaad  فرغ عليهم ضربا باليمين(lalu di hadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya/dengan kuatnya/sesuai dengan sumpahnya).
Ø  Kesamaran dalam Lafal Murakkab
 Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang Murakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
Contohnya ada tasyabuh (kesamaran dalam lafal murakab terlalu ringkas,tasyabuh(kesamaran) lafal murakkab karena terlalu luas,dan tasyabuh(kesamaran lafal murakkab karena susunanyayang kurang tertib,
b. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat – sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya, maupun sifat – sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan surga, siksa kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
c. Kesamaran pada Lafal dan Makna Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al – Baqarah yang artinya:
Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan tetapi kebijakan itu ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab. Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang bukan termasuk orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk orang yang sedang melaakukan ihrom baik haji maupun umroh.

2.3. Pendapat  Para Ulama Mengenai Ayat Muhkamat Mutasyabihat

Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :
1.      Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagai mana Firman Alloh dalam QS. Al-An’am :59
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ……
Artinya : “dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang
mengetahui kecuali Dia sendiri…..
2.    Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan seumpamanya QS An-Nisa :3
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ…
Artinya : “dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak ) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita…”.
3.    Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid.
Tentang perbedaan pendapat antara ulama khalaf dan ulama salaf mengenai ayat-ayat mutasyabihat dimulai dari pengertian, berbagai macam sebab dan bentuknya. Dalam bagian ini, pembagian khusus tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menyangkut sifat-sifat Tuhan, yang dalam istilah As-Suyuti “ayat al-shifat” dan dalam istilah Shubi al-Shalih “mutasyabih al-shifat” ayat-ayat yang termasuk dalam katagori ini banyak]. Diantaranya : Surah ar-Rahman [55]: 27:
وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَالأِكْرَامِ
Artinya : Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Atau dalam Q.S. Taha [20]: 5 Allah berfirman :
الرَّحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْـتَوى
Artinya : “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy”.
Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab.:
a.        Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihitu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata:
الاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْـهُ بِدْعَةٌ وَ اَظُـنُّـكَ رَجُلَ السُّوْءَ اَخْرِجُوْهُ عَنِّيْ.
Terjemahan: “Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya”.
Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada).
Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas.
 وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَـهُ اِلاَّ الله ُ وَيُقُوْلُ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ امَـنَّا بِه
Artinya : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami mempercayai”. (dikeluarkan oleh Abd. al-Razzaq dalam tafsirnya dari al-Hakim dalam mustadraknya).[12]

b.        Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menkwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf.
Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalngkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqliberupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ :(وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّ اللهُ وَ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ) قَالَ: اَنَـامِمَّنْ يَعْلَمُوْنَ تَـأْوِيْـلَهُ.(رواه ابن المنذر)
Terjemahan: “dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas:”saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya.(H.R. Ibnu al-Mundzir)
Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya.

2.4. Hikmah Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
2.4.1.      Hikmah Ayat Al-Muhkam
a.       Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya untuk bahasa arabnya yang lemah. Dengan adanya ayat-ayat al muhkam yang jelas dari maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b.      Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.       Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an .
d.      Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya.
e.       Mempelancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
2.4.2.      Hikmah Ayat Al-Mutasyabih
a)      Rahmat Allah SWT. Sebab, sifat Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah menyamarkan sifat dan dzat-NYA dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rahmat Allah SWT. Yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan, bisa jadi merupakan sisksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan menzahirkannya. Begitu pula Allah merahasiakn kedatangan hari kiamat, juga merupakan rahmat bagi mereka agar tidak malas bekerja. Mereka segan berusaha, jika sudah tau dari kiamat.mkarena itu, Allah SWT merahasiakan kematian, hari kiamat, dan sebagainya.
b)      Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
c)      Mempelihatkan kemukjizatan Al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukan buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
d)     Menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabih.5[4]


























BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.1.1.      Pengertian al-muhkam dan al-Mutasyabih

Secara bahasa kata Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan , kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun semua pengertian ini pada dasarnya kembali kepada makna pencegahan .kata muhkam merupakan pengembangan dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqona wa mana’a yang berarti mengokohkan dan melarang. Sedangakan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua hal. Tasyabaha dan isyabaha berarti dua hal yang masig-masing menyerupai yang lainnya.

3.1.2.       Sebab-sebab Adanya Ayat al-Muhkam dan al-Mutasyabih

Secara tegas dapat dikatakan , bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allahmemisahkan/membedakan antara ayat–ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
3.1.3.       Pendapat  Para Ulama Mengenai Ayat Muhkamat Mutasyabihat

Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :
1.                  Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah.
2.                  Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan seumpamanya
3.                  Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid.




3.1.4.      Hikmah Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
1.      Hikmah Ayat Al-Muhkam
a.       Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya untuk bahasa arabnya yang lemah. Dengan adanya ayat-ayat al muhkam yang jelas dari maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b.      Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.       Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an .
d.      Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya.
e.       Mempelancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
2.      Hikmah Ayat Al-Mutasyabih
a)      Rahmat Allah SWT. Sebab, sifat Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah menyamarkan sifat dan dzat-NYA dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rahmat Allah SWT. Yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan, bisa jadi merupakan sisksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan menzahirkannya. Begitu pula Allah merahasiakn kedatangan hari kiamat, juga merupakan rahmat bagi mereka agar tidak malas bekerja. Mereka segan berusaha, jika sudah tau dari kiamat.mkarena itu, Allah SWT merahasiakan kematian, hari kiamat, dan sebagainya.
b)      Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
c)      Mempelihatkan kemukjizatan Al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukan buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
d)     Menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabih.


3.2.   Saran
Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih adalah dua hal yang saling melengkapi dalam Al-Qur’an. Muhkam sebagai ayat yang tersurat merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk). Saya harap janganlah lupa untuk mmbaca al-qur’an.




























DAFTAR PUSTAKA

Djalal, Abdul. Urgensi Tafsir Maudghu’I Pada Kini,( Jakarta : Kalam Mulia, 1990)
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an,( Surabaya : Dunia Ilmu, 2013)
Wikipedia.2006.Muhkam-Mutasyabih.http://id.wikipedia.org/wiki/Muhkam-Mutasyabih 14:20


[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i. 2000. Ulumul Qur’an I. Bandung: CV. Pustaka setia, hal.
201.
2.  Ahmad Syadali,Ulumul Quran (Bandung : CV. Pustaka setia, 1997) hlm 199
[3] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, op.cit, hal. 201-203
4 Muhammad Chirzin, op.cit, hal. 71 atau baca bukunya Subhi ash-Shalih. 1995. Membahas Ilmuilmu
   Al-Qur’an, terjemah: Team Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, hal. 171-174.
5 Wikipedia.2006.Muhkam-Mutasyabih.http://id.wikipedia.org/wiki/Muhkam-Mutasyabih 14:20