ILMU AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIH
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ULUMUL QUR’AN”
Dosen pengampu : Niwari, M.A.
Disusun oleh :
1.M.Bil haqi Nazal (932101914)
2.Tina Putriya (932101814)
3.Laila Riski (932102114)
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2014/2015
Segala puji bagi
Allah SWT, yang telah memberikan rezeki yang berlimpah berupa harta yang
dititipkan kepada manusia sebagai amanah di muka bumi. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW manusia pilihan
yang telah menyampaikan wahyu kepada umatnya yang dapat menerangi kehidupan
umat Islam hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan inayah Allah SWT akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan
meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah ‘’ULUMUL QUR’AN’’.
Kediri, November 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL
.............................................................................................................................. i KATA PENGANTAR
..................................................................................................... ii DAFTAR ISI
.................................................................................................................... iii BAB I, PENDAHULUAN
............................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………... 1 1.2. Rumusan Masalah
………………………………………………………….. 1 1.3.
Tujuan Penulisan …………………………………………………………… 2 BAB II, PEMBAHASAN
…………………………………………………………..…… 3 2.1. Pengertian Al-Muhkamat wal
Mutasyabihat ……………………………. 3 2.2.
Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat ……….. 5 2.2.1. Kesamaran Lafal
………………………………………………… 5 2.3.
Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat
Muhkamat Mutasyabihat …..... 7 2.4.
Hikmah Ayat Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih …………………………. 10 2.4.1. Hikmah Ayat Al-Muhkam
………………………………......... 10 2.4.2. Hikmah Ayat Al-Mutasyabih …………………………………. 10 BAB III, PENUTUP
……………………………………………………………………. 12 3.1.
Kesimpulan ………………………………………………………………... 12 3.2. Saran ………………………………………………………………………. 14 DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………….……….. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Didalam kajian Muhkam dan Mutasyabih sering
menimbulkan kontroversial sepanjang sejarah penafsiran
Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai
hakikat Muhkam dan Mutasyabih. Dalam Al-Qur’an,
memang disebutkan kata-kata Muhkam dan Mutasyabih.
Pertama, lafal Muhkam , terdapat dalam Q.S. Hud [11]: 1
….كِتبٌ اُحْكِمَتْ ايتُـه
Terjemahan:
Sebuah Kitab yang
disempurnakan (dijelaskan) ayatayatnya....
Kedua, lafal Mutasyabih terdapat dalam Q.S. Zumar [39]: 23
….شَـابِهًا مَّـثَانِيْكِتَابً….
Terjemahan
: …(yaitu) Al-Qur’an yang
serupa (Mutasyabih) lagi
berulang-ulang....
Berdasarkan kedua ayat
tersebut, Ibn Habib al-Naisaburi menceritakan adanya dua pendapat tentang
masalah ini. Pertama berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya Muhkam berdasarkan
ayat pertama. Kedua berpendapat bahwa Al-Qur’an seluruhnya Mutasyabih
berdasarkan ayat
kedua.
Ayat pertama, dimaksudkan dengan Muhkam-nya Al-Qur’an adalah
kesempurnaan dan tidak adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud Mutasyabih dalam ayat kedua adalah menjelaskan
segi kesamaan ayatayat Al-Qur’an dalam kebenaran, kebaikan dan kemukjizatannya.[1]
Dalam makalah ini, akan dibahas
pendapat-pendapat para ulama ahli tafsir mengenai hakikat ayat Muhkam dan
Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
1.2. Rumusan masalah
1) Apakah makna dari Muhkam dan Mutasyabih?
2) Apakah sebab-sebab terjadinya tasyabuh?
3) Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat?
4) Bagaimanakah sikap ulama menghadapi
ayat-ayat Mutasyabihat?
5) Apakah hikmah dan nilai pendidikan dalam
ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabihat?
1.3. Tujuan penuliasan
1) Untuk memenuhi tugas individu mata
kuliah ilmu Al-Qur’an
2) Untuk menambah pengetahuan mengenai
ayat-ayat Al-Qur’an
3) Untuk mengetahui hikmah dan nilai
pendidikan dari ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
4) Untuk mengetahui sikap ulama dalam
menghadapi ayat Mutasyabihat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Al-Muhkamat wal Mutasyabihat
Secara
bahasa kata Muhkam berasal dari kata ihkam yang
berarti kekukuhan , kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun semua
pengertian ini pada dasarnya kembali kepada makna pencegahan[2].kata muhkam merupakan
pengembangan dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa
adalah atqona wa mana’a yang berarti mengokohkan dan
melarang. Sedangakan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua hal. Tasyabaha dan isyabaha berarti dua hal yang masig-masing menyerupai yang lainnya.2
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menggunakan
kedua kata ini atau kata jadiannya.
Pertam,Firman Allah:
….كِتبٌ اُحْكِمَتْ ايتُـه
Artinya :
”Sebuah Kitab yang disempurnakan
(dijelaskan) ayat-ayatnya…”.(Q.S.Hud :1)
Kedua,Firman
Allah:
….شَـابِهًا مَّـثَانِيْكِتَابً….
Artinya :”
…(yaitu) Al-Qur’an yang serupa
(mutasyabih) lagi berulang-ulang….”(Q.S.Al-Zumar : 23)
Ketiga,Firman
Allah:
Secara sepintas,kedua ayat ini menimbulkan pemahaman yang bertentangan.karena itu Ibn Habib Al-Naisaburi menceriatakan adanya dua pendapat tentang masalah ini Pertauma berpendapat bahwa Al-Qur’an
seluruhnya muhkam berdasarkan ayat pertama.Kedua berpendapat bahwa Al-Qur’an
seluruhnya mutasyabih berdasarkan ayat kedua. Ayat pertama,
dimaksudkan denganmuhkam-nya Al-Qur’an adalah kesempurnaan dan tidak
adanya pertentangan antara ayat-ayatnya. Maksud mutasyabih dalam
ayat kedua adalah menjelaskan segi kesamaan ayat-ayat Al-Qur’an dalam
kebenaran, kebaikan dan kemukjizatannya.
Secara istilah , para ulama berbeda pendapat pula dalam merumuskan devinisi
muhkam dan mutasyabih. Diantara devinisi yang dikemukakan oleh al-zarqani yang
sebagiannya dikutip dari al-suyuthi yaitu sebagai berikut :
1. Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi
nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui
maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah
mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat .pendapat ini di bangsakan
Al-Alusi kepada pemimpin madzhab hanafi.
2. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat.
2. Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secaran nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya baik seara nyata maupun melalui takwil. Seperti datangnya hari kiamat, keluarnya dajjal, huruf yang terputus-putus diawal surat.
3. Muhkam ialah ayat yang tidak
mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna
takwil. Pendapat ini dibangsakan kepada ibn Abbas dan kebanyakan Ahli ushul
fiqh mengikutinya.
4.Muhkam ialah ayat yang berdiri
sendiri dan tidak memerlukan keterangan.Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri,tetapi
memerlukan keterangan tertentu dua kali yang lain di terangkan dengan ayat atau
keterangan yang lain pula kerena terjadinya perbedaan dalam
menakwilnya.pendapat ini di ceritakan dari Imam Ahmad ra.
5.Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutanya yang membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan.Mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamnaya indikasi atau melalui konteksnya.Lafal musytarak masuk kedalam mutasyabih menurut pengertian ini.Pedapat ini di bangsakan kepada Imam Al-Haramain.
5.Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutanya yang membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan.Mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamnaya indikasi atau melalui konteksnya.Lafal musytarak masuk kedalam mutasyabih menurut pengertian ini.Pedapat ini di bangsakan kepada Imam Al-Haramain.
6.Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk kepada isykal
(kepelikan).Mutasyabih ialah lawanya
muhkam atas ism-ism(kata benda)mutasyarak dan lafal lafal
mubhamah(samar-samar).ini adalah pendapat Al-Thibi.
7. Muhkam ayat yang tunjukkan
makna kuat, yang lafal nas dan lafaz zahir. Mutasyabih
ialah ayat yang tunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal dan
musykil. Pendapat ini dibangsakan kepada imam Al-Razi dan banyak peneliti yang
memilihnya.[3]
Dari uraian-uraian di tas,dapat diketahui dua hal penting.pertama,dalam
membicarakan muhkam tidak ada
kesulitan.amauhkam adalah ayat yang jelas atau rajih maknanya.Kedua,pembicaraan
tentang mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut.Apa
sumber yang melahirkan mutasyabih,beberapa
macam mutasyabih,dan bagaimana sikap
ulama dalam menghadapinya.4
2.2. Sebab-sebab adanya ayat Al-Muhkamat dan Al-Mutasyabihat
Secara tegas dapat
dikatakan , bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allahmemisahkan/membedakan antara ayat–ayat
yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan
ayat yang Mutasyabih.
Pada garis besarnya sebab adanya ayat–ayat Mutasyabihat dalam Al–Qur’an
ialah karena adanya kesamaran maksud syara’ dalam ayat–ayat-Nya sehingga sulit
dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti ayat lain, disebabkan karena bisa
dita’wilkan dengan bermacam– macam dan petunjuknya pun tidak tegas, karena
sebagian besar merupakan hal–hal yang pengetahuanya hanya dimonopoli oleh Allah
SWT saja.
Secara
rinci,adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Quran adalah di sebabakan tiga
hal: yaitu karena kesamaran pada lafal,pada makna,dan pada lafal dan maknanya.
2.2.1.
Kesamaran Lafal
Ø
Kesamaran dalam lafal mufrad maksud kesamaran dalam
mufrad yaitu ada lafal-lafal mufrad yang artinya tidak jelas,baik disebabkan lafalnya yang
gharib(asing),atau musyatarak (bermakana ganda).
Contoh kesamaran lafal mufrad yang
gharib(asing),ialah seperti adanya lafal اَبّا dalam ayat 31
surat Abasa
) وَفَاكِهَةٌ وَابَّا dan buah-buahan
serta rerumputan) kata Abban tersebut jarang terdapat dalam Al – Qur’an,
sehingga asing. kalau tidak ada penjelasan dari ayat berikutnya,arti kata abban
itu sulit di mengerti umat,kemudian dalam ayat selanjutnya , ayat 32 : مَتَاعًالَكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْ(untuk
kesenangan kamu dan binatang – binatang ternakmu), sehingga jelas dimaksud
Abban adalah rerumputan.seperti bayam,kangkung dan sebagainya yang di senangi
manusia dan binatang ternak.
Contoh kesamaran mufrad yang bermakna ganda,ialah
seperti lafal اَلْيَمِيْنُdalam ayat 93 surah shaad فرغ عليهم ضربا باليمين(lalu
di hadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan
kanannya/dengan kuatnya/sesuai dengan sumpahnya).
Ø Kesamaran dalam Lafal Murakkab
Kesamaran dalam lafal Murakkab itu disebabkan karena lafal yang
Murakkab terlalu ringkas, terlalu luas atau karena susunan kalimatnya kurang
tertib.
Contohnya ada tasyabuh (kesamaran dalam lafal
murakab terlalu ringkas,tasyabuh(kesamaran) lafal murakkab karena terlalu
luas,dan tasyabuh(kesamaran lafal murakkab karena susunanyayang kurang tertib,
b. Kesamaran pada Makna Ayat
Kesamaran pada makna ayat seperti dalam ayat – ayat yang menerangkan sifat
– sifat Allah, seperti sifat rahman rahim-Nya, atau sifat qudrat iradat-Nya,
maupun sifat – sifat lainnya. Dan seperti makna dari ihwal hari kiamat,
kenikmatan surga, siksa kubur, dan sebagainya manusia bisa mengerti arti maksud
ayat-Nya, sedangkan mereka tidak pernah melihatnya.
c. Kesamaran pada Lafal dan Makna
Ayat
Seperti, ayat 189 surat Al – Baqarah yang artinya:
“Dan bukanlah kebijakan memasuki rumah – rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebijakan itu ialah kebijakn orang – orang yang bertakwa”.
Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu
ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus
orang arab. Hingga dalam memahami ayat ini akan sulit bagi orang-orang yang
bukan termasuk orang arab. Dan sejatinya ayat ini adalah diperuntukkan untuk
orang yang sedang melaakukan ihrom baik haji maupun umroh.
2.3. Pendapat Para Ulama Mengenai
Ayat Muhkamat Mutasyabihat
Menurut
Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam
:
1. Ayat-ayat yang seluruh manusia
tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan
hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagai mana
Firman Alloh dalam QS. Al-An’am :59
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ
لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ……
Artinya
: “dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang
mengetahui kecuali Dia sendiri…..
mengetahui kecuali Dia sendiri…..
2.
Ayat-ayat
yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian,
seperti ayat-ayat : Mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas,
panjang, urutannya, dan seumpamanya QS An-Nisa :3
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا
فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ…
Artinya
: “dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak ) perempuan
yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita…”.
3.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan
semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi
hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid.
Tentang perbedaan pendapat antara
ulama khalaf dan ulama salaf mengenai ayat-ayat mutasyabihat dimulai dari
pengertian, berbagai macam sebab dan bentuknya. Dalam bagian ini, pembagian
khusus tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menyangkut sifat-sifat Tuhan, yang
dalam istilah As-Suyuti “ayat al-shifat” dan dalam istilah Shubi
al-Shalih “mutasyabih al-shifat” ayat-ayat yang termasuk dalam
katagori ini banyak].
Diantaranya : Surah ar-Rahman [55]: 27:
وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَالأِكْرَامِ
Artinya : Dan
kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.
Atau
dalam Q.S. Taha [20]: 5 Allah berfirman :
الرَّحْمنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْـتَوى
Artinya : “(yaitu)
Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy”.
Dalam
hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab.:
a.
Mazhab
Salaf, yaitu orang-orang yang
mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihitu dan menyerahkan
hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari
pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya
sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui
hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui
hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidah atau Tafwid. Ketika
Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata:
الاِسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ
وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْـهُ بِدْعَةٌ وَ اَظُـنُّـكَ رَجُلَ
السُّوْءَ اَخْرِجُوْهُ عَنِّيْ.
Terjemahan: “Istiwa`
itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah
(mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini
dari majlis saya”.
Maksudnya,
makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap
orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan
oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada asyabih (penyerupaan
Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana
cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya,
mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at
dipandang bid’ah (mengada-ada).
Kesahihan
mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu
Abbas.
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَـهُ اِلاَّ
الله ُ وَيُقُوْلُ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ امَـنَّا بِه
Artinya : Dan
tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam
ilmunya, ”kami mempercayai”. (dikeluarkan oleh Abd. al-Razzaq dalam tafsirnya
dari al-Hakim dalam mustadraknya).[12]
b.
Mazhab
Khalaf, yaitu ulama yang menkwilkan
lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan zat Allah,
karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab
Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian
yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa
kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah
berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu
tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan
pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem
penafsiran ayat-ayat mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama
Khalaf.
Alasan
mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut
mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalngkan lafal dari keadaan
kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal
terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang
benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.
Kelompok
ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga
mengemukakan dalil naqliberupa atsar sahabat, salah satunya adalah
hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ :(وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّ اللهُ وَ
الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ) قَالَ: اَنَـامِمَّنْ يَعْلَمُوْنَ تَـأْوِيْـلَهُ.(رواه
ابن المنذر)
Terjemahan: “dari
Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah
dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas:”saya adalah di
antara orang yang mengetahui takwilnya.(H.R.
Ibnu al-Mundzir)
Disamping
dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq
al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi
al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu jauh maka kita tawaqquf (tidak
memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta
mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya.
2.4. Hikmah Ayat Al-Muhkam dan
Al-Mutasyabih
2.4.1.
Hikmah Ayat Al-Muhkam
a. Menjadi rahmat bagi manusia,
khususnya untuk bahasa arabnya yang lemah. Dengan adanya ayat-ayat al muhkam
yang jelas dari maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan manusia mengetahui
arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnya
agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c. Mendorong umat untuk giat
memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an .
d. Menghilangkan kesulitan dan
kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya.
e. Mempelancar usaha penafsiran atau
penjelasan maksud kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
2.4.2. Hikmah
Ayat Al-Mutasyabih
a) Rahmat Allah SWT. Sebab, sifat
Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah
menyamarkan sifat dan dzat-NYA dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas
merupakan rahmat Allah SWT. Yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan,
bisa jadi merupakan sisksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan
menzahirkannya. Begitu pula Allah merahasiakn kedatangan hari kiamat, juga
merupakan rahmat bagi mereka agar tidak malas bekerja. Mereka segan berusaha, jika sudah tau dari
kiamat.mkarena itu, Allah SWT merahasiakan kematian, hari kiamat, dan
sebagainya.
b) Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan
rajin meneliti.
c) Mempelihatkan kemukjizatan
Al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukan buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan
Allah SWT.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.1.1.
Pengertian al-muhkam dan al-Mutasyabih
Secara
bahasa kata Muhkam berasal dari kata ihkam yang berarti kekukuhan ,
kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun semua pengertian ini pada
dasarnya kembali kepada makna pencegahan .kata muhkam merupakan pengembangan
dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqona wa mana’a
yang berarti mengokohkan dan melarang. Sedangakan kata mutasyabih berasal dari
kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya
membawa kepada kesamaan antara dua hal. Tasyabaha dan isyabaha berarti dua hal
yang masig-masing menyerupai yang lainnya.
3.1.2.
Sebab-sebab Adanya Ayat
al-Muhkam dan al-Mutasyabih
Secara tegas dapat
dikatakan , bahwa sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allahmemisahkan/membedakan antara ayat–ayat
yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan
ayat yang Mutasyabih.
3.1.3. Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Muhkamat
Mutasyabihat
Menurut
Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :
1.
Ayat-ayat
yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan
tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat
Allah.
2.
Ayat-ayat
yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian,
seperti ayat-ayat : Mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas,
panjang, urutannya, dan seumpamanya
3.
Ayat-ayat
mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan
semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi
hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid.
3.1.4. Hikmah Ayat
Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
1. Hikmah Ayat Al-Muhkam
a. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya untuk bahasa
arabnya yang lemah. Dengan adanya ayat-ayat al muhkam yang jelas dari
maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan
pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan
mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an .
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam
mempelajari isi ajarannya.
e. Mempelancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Hikmah Ayat Al-Mutasyabih
a) Rahmat Allah SWT. Sebab, sifat
Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah
menyamarkan sifat dan dzat-NYA dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas
merupakan rahmat Allah SWT. Yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan,
bisa jadi merupakan sisksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan
menzahirkannya. Begitu pula Allah merahasiakn kedatangan hari kiamat, juga
merupakan rahmat bagi mereka agar tidak malas bekerja. Mereka segan berusaha,
jika sudah tau dari kiamat.mkarena itu, Allah SWT merahasiakan kematian, hari
kiamat, dan sebagainya.
b) Mendorong umat untuk giat
belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
c) Mempelihatkan kemukjizatan
Al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari
sepenuhnya bahwa kitab itu bukan buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan
Allah SWT.
d)
Menambah
pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat
mutasyabih.
3.2. Saran
Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih adalah dua hal yang
saling melengkapi dalam Al-Qur’an. Muhkam sebagai ayat yang tersurat merupakan
bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk).
Saya harap janganlah lupa untuk mmbaca al-qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Djalal,
Abdul. Urgensi Tafsir Maudghu’I Pada Kini,( Jakarta : Kalam Mulia, 1990)
Djalal,
Abdul. Ulumul Qur’an,( Surabaya : Dunia Ilmu, 2013)
Wikipedia.2006.Muhkam-Mutasyabih.http://id.wikipedia.org/wiki/Muhkam-Mutasyabih
14:20
201.
4 Muhammad Chirzin, op.cit, hal. 71 atau baca
bukunya Subhi ash-Shalih. 1995. Membahas Ilmuilmu
Al-Qur’an, terjemah: Team Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus,
hal. 171-174.